اللهم صلي على سيدنا محمد وعلى آله سيدنا محمد

picture

picture

KITAB TAFSIR MARAHU LABID LIKASYFI MA’NA al_QUR’AN al- MAJID

Kamis, 13 November 2014



REVIEW KITAB TAFSIR
MARAHU LABID
LIKASYFI MA’NA al_QUR’AN al- MAJID

Disusun Guna Memenuhi Tugas :
Mata Kuliah : Study Kitab Tafsir
Dosen Pengampu  : Khoirun Niat, MA.





JURUSAN USHULUDDIN
PRODY ILMU-ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI ILMU AL-QUR’AN (STIQ) AN NUR
YOGYAKARTA 2014
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an itu laksana intan permata dimana setiap ujungnya memancarkan cahaya yang berkilauan. Ilustrasi ini memberi pengertian kepada kita bahwa Al-Qr’an merupakan sumber inspirasi yang telah mengilhami munculnya berjilid-jilid tafsir. Mereka, para mufasir yang menulis kitab tafsir itu, menggunakan metode yang berbeda-beda dalam menafsirkan Al-Qur’an. Misalnya,metode global (ijmali), analitis (tahlili), perbandingan (muqarin), dan tematik (maudu’i).
Keberagaman cara dalam menafsirkan Al-Qur’an itu sudah tentu tidak bisa dilepaskan dari latar belakang keilmuan mufasir,seperti corak bahasa,sastra,fikih,social kemasarakatan, dan sebagainya.
Dan pada makalah yang sederhana ini kami mencoba sedikit mengupas  tentang tafsir MARAH LABID karya abu Abullah al Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar atau yang mashur disebut imam nawawi al bantani.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Singkat Imam Nawawi al-Bantani

Nama lengkap Nawawi Al-Bantani adalah Abu Abdullah al-Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar. Terlahir di tanara,tirtayasa, Serang, Banten Jawa Barat pada 1813.julukan al-Bantani dinisbatkan pada daerah asalnya, banten. Beliau merupakan ulama’ terkemuka karena karya-karyanya menjadi rujukan utama berbagai lembaga pendidikan (pesantren) baik didalam negri maupun luar negri.

Ayahnya bernama KH.Umar bin Arabi. Dari silsilahnya, nawawi merupakan keturunan kesultanan ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (sunan Gunung Jati,Cirebon),yaitu keturunan dari putra Maulana Hasanudin (Sultan Banten 1) yang beranama Sunyararas (Tajul ‘Arsy). Nasabnya bersambung ddengan Nabi Muhammad melaluai Imam Ja’far As-shodiq, Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Ali Zainal Abidin, Sayyidiana Husen,Fatimah al-Zahra[1].  

Semenjak kecil imam Nawawi al-Bantani mendalami ilmu agama langsung dari ayahnya yang bernama K.H. Umar Ali. Kemudian beliau berguru kepada Kiai Sahal dan setelah itu beliau berguru kepada Kiai Yusuf di Purwakarta, Jawa Barat, hingga ia mencapai usia lima belas tahun. Setelah usia beliau mencapai 15 tahun beliau pergi ke tanah suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan kemudian beliau bermukim di sana untuk berguru kepada para Ulama terkemuka, seperti Syeikh Nahrawi, Syeikh Ahmad Zaini Dahlan dan Syeikh Ahmad Dimyati. Ada yang  mengatakan bahwa beliau tinggal di Banten hanya beberapa bulan saja, ada juga yang mengatakan bahwa beliau tinggal sampai tiga tahun, kemudian kembali lagi ke Mekah dan kemudian tinggal di sana sampai akhir hayatnya.[2]

Di antara guru-guru imam Nawawi yang terkenal yaitu Syeikh Ahmad Khatib Sambas, Syaikh Abdul Ghani Bima, Syaikh Yusuf Sumbulawani, dan Syeikh Abd al-Hamid Daghestani ( berasal dari Daghestan ). Syeikh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang ulama yang berasal dari daerah Sambas ( Kalimantan Barat ). Syeikh Ahmad Khatib Sambas ini memiliki empat orang murid, ke empat murid itu adalah Syaikh Nawawi al-Bantani, Syeikh Mahfudz at-Tarmisi, Syeikh Abdul Karim al-bantani dan yang terakhir adalah Syeikh Muhammad Khalil yang akhirnya menetap di daerah Bangkalan Madura dan wafat di sana. Dikatakan bahwa di antara ke empat murid Syeikh Sambas tersebut, Syeikh Nawawilah yang paling senior.[3]

Setelah 30 tahun lamanya beliau menimba ilmu bersama para ulama terkemuka, akhirnya beliau pun mengabdikan dirinya sebagai seorang pengajar sekaligus imam di Masjid al-Haram Mekah. Beliau mengabdi kurang lebih selama 10 tahun, hari-hari beliau banyak dihabiskan untuk mengarang kitab dan mengajar serta mendidik para santri di rumahnya hingga akhir hayatnya.
B.     Muqaddimah Tafsir Marahu Labid Likasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid
                                   
Dengan menyebut nama Alloh yang Maha pengasih dan penyayang. Segala puji bagi Alloh yang tawadhu’ terhadap setiap sesuatu karena keagungan-Nya, menghinakan setiap sesuatu karena keagungan-Nya, menyelamatkan setiap sesuatu karena ke-Mahakusa-Nya, menundukkan setiap sesuatu karena kerajaan-Nya. Maha Suci Allah yang memberlakukan hukum untuk membedakan antara halal dan haram. Aku memuji kepada-Nya agar terbuka ilmu-ilmu yang tersembunyi dengan kefahaman.

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada yang kita mulyakan, Nabi Muhammad SAW yang telah menghilangkan segala keraguan dari penjelasan (Al-Qur’an). Shalawat dan salam semoga terlimpah selalu kepada keluarga beliau, para sahabat beliau, yang mempunyai sifat dan santun.

Syaikh Imam Nawawi berkata : Orang-orang yang disekitar saya telah memintaku untuk menulis kitab tafsir Al-Qur’an yang agung. Maka aku merenungkannya karena takut termasuk dalam apa yang disabdakan Nabi Muhammad yaitu : “ Barang siapa berbicara tentang Al-Qur’an dengan pendapatnya dan dia benar, maka dia telah melakukan kesalahan ”. dan sabda beliau : “ Barang siapa berbicara tentang Al-Qur’an dengan pendapatnya maka bersiaplah tempatnya di neraka”. Maka aku ( Syaikh Nawawi ) mengabulkan permintaan tersebut karena mengikuti ulama’ salaf dalam melestarikan ilmu kepada semua makhluk, dan aku tidak menambah-nambahi. Aku mengambil (penafsiran) dari Kitab Futuhat Ilahiyah, Mafatihul Ghoib, dan Sirojul Munir, Tanwirul Miqbas, Tafsir Abi Su’ud. Aku member nama sesuai sejarahnya yaitu “ Maroh Labid Likasyfi Ma’nal Qur’anil Majid ”.

Kepada dzat yang maha mulia, yang maha membuka, aku bersandar dan berserah diri. Saya mulai dengan sebaik-baik pertolongan Allah yang menolong bagi setiap orang yang berserah kepada-Nya.[4]


C.    Latar belakang penulisan tafsir marahu labid

Sebagaimana yang beliau tulis dalam pendahuluan kitab tafsirnya, beliau menulis tafsir marahu labid bermula dari permintaan orang-orang di sekitarnya, kemudian beliau merenung dan berfikir hingga akhirnya beliau mengabulkan permintaan orang-orang disekitarnya. Beliau menulis tafsir ini semata-mata hanya untuk mengharap ridho Allah SWT, selain itu juga beliau bermaksud untuk menghidupkan ajaran-ajaran syari’at melalui kitab yang beliau karang tersebut.

D.    Metode Tafsir Marahu Labid Likasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid
Tafsir al-munir dapat digolongkan sebagai salah satu tafsir dengan metode ijmali ( global ). Hal ini karena dalam menafsirkan setiap ayat, Syeikh Nawawi menjelaskan setiap ayat dengan ringkas dan padat, sehingga mudah dipahami. Beliau sangat detail dalam menafsirkan setiap kata per-kata pada setiap ayat, hal ini karena kepiawian beliau dalam bidang bahasa yang tidak diragukan lagi.
Berikut contoh penafsiran kata per-kata oleh Syekh Nawawi dalam Kitab tafsirnya[5]:
( الحمد الله ) والشكر لله بنعمه السوابغ على عباده الذين هداهم للإيمان ( رب العالمين ) أى خالق الخلق ورازقهم ومحولهم من حال الى حال ( الرحمن ) أى العاطف على البار والفاجر بالرزق لهم ودفع الآفات عنهم
E.     Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Marahu Labid

Di dunia ini tidak ada yang sempurna, demikian pula dengan tafsir marahu labid karya imam nawawi al bantani, disamping memiliki kelebihan, namun juga memiliki kekurangan.

v  Kelebihan tafsir marahu labid

Ø  Jelas dan mudah dipahami
Sesuai dengan sebutannya, tafsir ijmali ini merupakan penafsiran yang dalam menafsirkan suatu ayat tidak terbelit-belit, ringkas, jelas  dan mudah dipahami oleh pembacanya. Selain itu juga pesan-pesan yang terkandung dalam tafsir ini, sangat mudah ditangkap oleh pembaca.
Ø  Bebas dari penafsiran Israiliyat
Peluang masuknya penafsiran Israiliyat dalam metode penafsiran ini dapat dihindarkan, bahkan dapat dikatakan sangat jarang sekali ditemukan. Hal ini disebabkan uraiannya yang singkat hanya mengemukakan tafsir dari kata-kata dalam suatu ayat dengan ringkas dan padat.

Ø  Akrab dengan bahasa Al-Quran
Uraiannya yang singkat dan padat mengakibatkan tidak dijumpainya penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang keluar dari kosakata ayat tersebut. Metode ini lebih mengedepankan makna sinonim dari kata-kata yang bersangkutan, sehingga bagi pembacanya merasa dirinya sedang membaca Al-Quran dan bukan membaca suatu tafsir.

v  Kelemahan tafsir marahu labid
                                          
Ø  Menjadikan petunjuk Al-Quran tidak utuh.
Penafsiran yang ringkas dan pendek membuat pesan Al-Quran tersebut tidak utuh dan terpecah-pecah. Padahal Al-Quran, menurut Subhi As-Shaleh  mempunyai keistimewaan dalam hal kecermatan dan cakupannya yang menyeluruh. Setiap kita menemukan ayat yang bersifat umum yang memerlukan makna lebih lanjut, kita pasti menemukan pada bagian lain, baik yang bersifat membatasi maupun memperjelas secara rinci.[6]

Ø  Penafsiran dangkal atau tidak mendalam
Metode tafsir ini tidak menyediakan ruangan untuk memberikan uraian atau pembahasan yang mendalam dan  memuaskan pembacanya berkenaan dengan pemahaman suatu ayat. Ini boleh disebut suatu kelemahan yang harus disadari para mufassir yang akan menggunakan metode ijmali ini. Akan tetapi, kelemahan yang dimaksud di sini  tidaklah bersifat negatif melainkan hanyalah merupakan karakteristik atau ciri-ciri metode penafsiran ini.


v   
BAB III
KESIMPULAN


Tafsir al-Munir lil ma’alim al-tanzil merupakan salah satu buah karya ulama Indonesia, yaitu imam Muhammad bin Umar Ali bin Arabi yang lebih dikenal dengan imam nawawi al-bantani. Tafsir ini termasuk jenis tafsir ijmali, karena dalam penafsirannya ringkas dan padat. Jika di lihat dari sumbernya, tafsir ini merupakan tafsir bi al-ra’yi, karena sedikitnya periwayatan yang digunakan untuk menafsiri ayat-ayat al-qur’an, imam nawawi lebih banyak menggunakan hasil ijtihadya sendiri dalam menafsiri al-qur’an. Selain itu tafsir ini juga menggunakan metode tahilli, karena dalam penafsiran urut mulai dari surat al-fatihah sampai surat an-nas.



DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir.  Sayyid Ulama’ Hijaz: Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, LKiS Cet : I, Februari 2009.
As-Shalih, Subhi. Mabahis Fi Ulumil Qur’an, terj.  Jakarta : Pustaka Firdaus.
Nawawi, Imam. Marah Labid Tafsir Nawawi, Semarang : Toha Putra.
Ghofur, Saiful Amin. Mozaik Mufasir Al-Qur’an dari klasik hingga kontemporer ,Yogyakarta; pustaka kaukaba dipantara, Cet : I desember 2013.      




[1] Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir Al-Qur’an dari klasik hingga kontemporer. Hal 116
[2] Samsul Munir Amin, Sayyid Ulama’ Hijaz: Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani,… Hlm.15.
[3] Samsul Munir Amin, Sayyid Ulama’ Hijaz: Biografi Syaikh Nawawi al-Bantan,… Hlm.18.
[4] Imam Nawawi, Marah Labid Tafsir Nawawi, ( Semarang : Toha Putra ), Hal. 2.
[5] Imam Nawawi, Marah Labid Tafsir Nawawi…… Hlm. 3.
[6] Subhi As-Shalih, Mabahis Fi Ulumil Qur’an, terj.  Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus), Hlm.  299.
Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Songgo Kulon
Distributed By My Blogger Themes | Design By Herdiansyah Hamzah